Pelet Untuk Cinta
Hari pertama masa orientasi di
sekolahku ada satu hal yang ku sadari, ada seorang selebriti indonesia yang
satu sekolah denganku. Seorang gadis cantik blasteran Indonesia-Jerman yang
terkenal dengan jargon : “Udah beychek gha ada oyjeck..”, Cinta Laura Kiehl
namanya. Semasa smp aku hanya melihatnya melihatnya di layar kaca. Sekarang aku
begitu dekat dengannya. Sangat dekat karena dia duduk di sebelahku sambil
memperhatikan pak Yono, kepala sekolah kami memberi sambutan pembukaan acara
MOS.
Tak sedikitpun ku dengar apa yang
dikatakan pak Yono. Pikiran dan mataku berkonsentrasi pada bidadari berkulit
merah muda yang ada di sebelahku ini. Sesering mungkin aku mencuri pandang
padanya.
“Cantiknya makhluk Tuhan yang satu ini,”
aku bergumam dalam hati.
Sekali pandangan mata kami bertemu, dia
tersenyum kepadaku.
“Manisnya gadis ini..”kembali aku
menarik nafas panjang.
Pikiranku melayang, tangan kananku
menopang dagu, melamun membayangkan kami berdua berjalan berpegangan tangan di
lorong sekolah ini. Pasti banyak yang akan iri padaku.
“Ech, khamu phunya penscil engga?”
tiba-tiba bidadari di sebelahku bertanya.
“Eh.. ohh.. a-ada ada,” jawabku grogi.
“Aduh cinta... matamu.. bibirmu..”bathinku tak terdengar.
“Ni pensilnya..” kuserahkan pensilku
padanya.
“Jangankan pensil, jiwakupun
kuserahkan untukmu,”kembali bathinku berbicara lirih.
Diambilnya pensil dari tanganku dan dia
mulai sibuk membuat gambar di halaman terakhir buku tulisnya, untuk
menghilangkan kebosanan akibat pidato retorik pak Yono.
Kembali kunikmati pemandangan indah
ciptaan Tuhan yang kini mencoret-coret buku tulisnya.
“Cinta cinta..”hanya dalam hati
keberanianku memanggil namanya.
Apa daya? Aku bukanlah siapa-siapa
baginya, bahkan bagi dunia ini. Bagaikan mendapat durian runtuh aku bisa
bersekolah disini, di sekolah internasional ternama di Jakarta. Jika bukan
karena kemurahan hati bos bapakku, mana mungkin keluargaku bisa menyekolahkanku
disini. Bapakku hanya satpam di pabrik rokok samporno, karena pengabdiannya
selama 20 tahun sebagai satpam itulah, begitu mendengar aku yang menjadi juara
umum sewaktu smp tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah menengah atas,
bos bapakku memberikan biaya untuk aku sekolah disini. “agar bakat dan
kepintaranmu tak sia-sia”, begitu kata bos bapakku.
“Ech, ini penscil mu.. makhasich ya..
aku Cinta, nama kamu siapa?” dia menyodorkan tangannya sesudah kuambil pensil dari tangannya.
“Ehh.. sa-saya..eh, a-aku.. Doni.”
kembali virus aziz gagap menyerangku.
Kusambut uluran tangannya. “Alamak..
halusnya tanganmu.. cinta cinta...” kunikmati memegang jemari lentik dan halus
dengan sedikit melamun, yang membuat pandanganku lurus kosong dan sedikit
tolol. Suara tawa tertahan membuat aksi “camel face” ku terhenti. Segera ku lepas genggaman
tanganku. Dia berlalu sambil menahan tawanya.
“Bodohnya kau Don.. Don...” aku memaki
pada diri sendiri.
Sebulan setelah kejadian itu, entah
rejeki atau musibah, aku dan Cinta di tempatkan sekelas dan sebangku. Setelah
kejadian itu aku nyaris tak berbicara padanya. Malu hati ini rasanya. Kegalauan
ini membuatku berubah. Jadi susah tidur, tak enak makan, lebih suka menyendiri
dan sering melamun sore-sore di pos kamling dekat rumahku.
“Seringnya kau melamun lay?
Sampai-sampai tak kau dengar kami datang.” Togar kawanku menepuk pundakku dari
belakang.
“Iyo.. ono opo tho Dhon?”Roso
menimpali.
“Ga’ pa pa ahh..” aku memalingkan
muka dari mereka. Togar dan Roso makin penasaran.
“Yo ojo ngono tho Dhon? Kowe iki konco
ku, senasib sepenanggungan.. moso ga gelem crito.. sharing, ngono lho,” kata
Roso memancing.
“Benarnya itu lay.. siapa tau aku dan si
Roso ini bia bantu kau,” Togar menambahkan.
“Hmmm... “, aku memikirkan perkataan
mereka. “Gini kawan..“ sengaja kuberi jeda agar bertambah khidmat.“Aku lagi
suka sama orang,” kataku setengah berbisik untuk menambah kesan “rahasia”-nya.
“Cewe yo Dhon?” tanya Roso tolol.
“Bukan.. kambing.. ya cewelah, kau bodo’
“ Potong Togar sambil menjitak Roso.
“Yah begitu lah.. “ kataku menghela
nafas panjang.
“Oww cewe tho? Kalo ituaku bisa bantu kalian..”
kata Roso. Aku dan Togar berpaling kepadanya.
“Beneran ni?” kami serempak bertanya
tidak yakin.
“Apa kalian lupa? Bapakku itu kan orang
pintar.. dukun paling hebat di kampung ini,” Roso berkata membanggakan bapaknya
yang satu-satunya dukun di kampung kami.
“Trus..” kami berdua belum mengerti
“Ya kita serahkan saja sama bapakku..
cinta di tolak, dukun bertindak..” kata Roso mantap.
“Hmmm.. boleh juga ide si Roso ini..”
Togar manggut-manggut sambil memegangi dagunya yang tak berjanggut.
“Tapi.. apa ga jadi masalah nantinya?”
aku meragu.
“Tidak mungkin lah.. bapak si Roso ini
sudah terkenal kesaktiannya.. Cuma anaknya ini saja yang agak...“ Togar tidak
melanjutkan kata-katanya, malah melirik Roso dengan pandangan mengejek.
“Koyo kowe paling sempurna ae cukkk..
cukk,” balas Roso pada Togar. “pokoke tak jamin aman dah Dhon,” Roso
menambahkan.
“Ya sudah ayo kita ke rumahmu.. daripada
aku galau begini..” aku pasrah.
Sesampainya di rumah Roso, kami disambut
Pak Pujo, ayahanda Roso.
“Wah tumben kalian berdua main kemari?”
sapa Pak Pujo padaku dan Togar.
“Iyo Pak.. iki koncoku enek masalah,” kata
Roso pada bapaknya.
“Masalah opo tho le?” kata Pak Pujo kembali
berbahasa Jawa.
“Masalah kambing.. eh, masalah wedo’an
pak,” kata Roso to the point.
“Begini pak.. saya... “ aku bingung dan malu
menjelaskannya, ku sikut lengan Roso.
“Ngene
lho pak.. koncoku iki..” Roso menepuk bahuku, “tresno karo wong wedhok.. arep
di tulungi ngono lho phak,” Roso menjelaskan pada bapaknya.
‘Hmmm..”, Pak Pujo manggut-manggut. “kamu
yakin Dhon mau bantuan saya?” Pak Pujo menanyakan keteguhan hatiku.
“Sudah
satu bulan saya tidak enak makan, tidak bisa tidur dan susah belajar.. hanya bapak
yang dapat membantu saya” kataku setengah memohon.
Kembali Pak Pujo manggut-manggut, “ya sudah
ayo kita masuk ke dhalam”, ajak pak Pujo. “Kalian dhudhuk dhulu disini” kata Pak
Pujo pada kami, sejenak dia masuk ke dalam kamar yang ditutupi tirai hitam
kemudian keluar membawa botol bening kecil yang berisi cairan bening
kekuningan.
“Ini namanya minyak pemikat sukma, minyak
pelet paling ampuh sejagad raya ini.. cukup kamu mengoleskan atau menyentuhkan
minyak ini dengan tanganmu pada kulit gadis itu, maka dia akan menyukaimu lebih
dari apapun.. pergunakan sebaik-baiknya,” titah Pak Pujo menyerahkan minyak
pelet itu padaku.
“Terimakasih banyak pak,” kuucapkan
terimakasih pada Pak Pujo.
Saat aku menyerahkan sejumlah uang untuk
membayar minyak pelet itu, Pak Pujo menolaknya, “tidak usah Dhon.. kamu dan
Roso sudah berteman sejak lama.. saya berikan minyak itu dengan cuma-cuma.”
“Terimakasih banyak pak,” sekali lagi aku
mengucapkan terimakasih, “kalau begitu saya pamit pak,” aku berpamitan.
“Tunggu
Dhon..” cegah Pak Pujo, “ada satu hal yang mau saya ingatkan.. cinta sejati
tidak di dapat dengan minyak pelet itu..” kata Pak Pujo bijak.
“Iya pak, saya mengerti..” jawabku
sekenanya. “Kau akan jadi milikku Cinta..” bathinku.
Di sekolah aku mencari cara agardapat
mengoleskan minyak pelet pemikat sukma itu pada Cinta. Akhirnya aku dapatkan
alasan yang tepat.
“Cinta.. “ aku gugup, “kamu udah buat pr
fisika blum?” tanyaku.
“Ouww.. phisic? Udah..” jawabnya.
“Boleh penjem ga? Aku lupa bikin kemaren,”
tanyaku penuh harap.
“Yes off course.. here you go,” kata
Cinta berlogat britishnya sambil menyerahkan buku pr fisikanya padaku.
Sengaja ku sentuh tangannya dengan
tanganku untuk mengoleskan minyak pelet pemikat sukma padanya. Saat ku sentuh
tangannya, terjadi perubahan ekspresi pada wajahnya, raut mukanya membias
merah. Aku menunggu reaksinya. Cinta tersenyum manis padaku. Aku tak tahu apa
pelet ini berhasil atau tidak.
Aku coba mengajaknya untuk pertama kali,
“Cinta.. ke kantin yuk?” aku tes keampuhan
minyak pelet ini.
“Okey,” jawabnya singkat dengan wajah
berseri.
“Yes!! Aku berhasil!!” hatiku terlonjak
kegirangan.
Kami berjalan bersama menuju kantin
sekolah, ku gandeng tangannya, Cinta tertunduk malu-malu pasrah. Berbunga-bunga
hatiku melihat pandangan iri bercampur heran seisi sekolah. Sepintas kulihat Roso dan Togar menunjuk kami
dengan ekspresi tak percaya.
“Macam mana pula ini? kenapa Si Dony itu
bisa berpegangan tangan sama cewek blasteran itu?” kata Togar.
“Mungkin itu Ghar, yang bikin kawan kita
pusing selama ini.” Roso menggelengkan kepalanya menatap Dony dan Cinta
berjalan ke kantin.
“Ahh.. sial!! Tau begini, dari dulu aku
minta barang ‘itu’ sama bapakmu”
“Belum rejekimu Ghar...”
Cinta tersenyum tersipu duduk berhadapan
denganku. Kami duduk berduaan, nasi goreng kantin serasa 5 kali lebih enak,
dunia bagaikan miliku dan Cinta. Hanya ada kami berdua, yang lain nebeng di kontrakan sebelah.
Sejak saat itu interaksi kami semakin
intens. Kemanapun kami selalu berdua bagaikan orang pacaran, indahnya dunia
ini. Pernah suatu kali ku ajak Cinta nonton bioskop. Dalam keremangan bioskop
film Perahu Kertas diputar proyektor. Ku pandang wajahnya dalam gelap bioskop.
Kejap cahaya memantul dari layar perak akibat pergantian adegan yang antara
Kugy dan Keenan tak mengurangi kecantikan Cinta Laura Kiehl. Ku elus punggung
tangan kiri Cinta dengan tangan kananku. Ku genggam tangannya, Cinta melihatku
dan tersenyum manis. Ku dekatkan wajahku padanya. Perlahan matanya mulai
menutup. Ku cium bibirnya lembut, dia menyambut ciumanku. Cinta meremas
tanganku menahan hasrat. Sebuah ciuman pertama antara aku dan Cinta yang tak
berlangsung lama namun lembut, hangat dan basah. Sebuah sensasi menyenangkan
sekaligus menenangkan akibat ciuman yang mampu memacu tubuh menghasilkan hormon
oksitosin dan menurunkan kadar hormon kortisol dan menghasilkan hormon
adrenalin si hormon penyembuh/penghilang sakit.
“I love you..” ku bisikan di telinganya
setelah firts kiss dengannya.
“I love you too..” kembali dia
menciumku.
Sejak saat itu, kami bagaikan ketagihan
berciuman akibat hormon dopamine yang membuat kami mabuk cinta. Kapanpun
dimanapun kami mencuri waktu untuk bermesraan berciuman, di kelas,
perpustakaan, UKS bahkan di parkiran. Waktu seakan mendukung kegiatan ”remaja”
kami. Selalu ada kesempatan saat kami menginginkannya. Ciuman biasa, French kiss, ditambah rabaan serta
remasan pada payudara, paha dan belahan pantat yang tidak ditolak oleh
Cinta. Aku tidak berani melakukan lebih
dari petting, aku sadar resikonya
nanti jika aku melakukan hubungan sex dengannya. Aku sadar aku hanyalah anak
seorang satpam dan masih duduk di bangku sekolah. Tanpa perkerjaan dengan
penghasilan cukup, tak ada yang kujadikan pegangan nanti jika kami kebablasan.
Hubunganku dengan Cinta membuat duniaku
terasa jauh lebih indah. Roso yang berbadan tambun, kini ku lihat bagaikan
model obat diet. Togar yang bermuka kaku persegi kulihat bagaikan personel
Super Junior. Pelajaranpun serasa semakin gampang untuk ku kerjakan. Singkat
kata, Cinta adalah suplemen kehidupan yang dapat membuat tai kucing terasa
Magnum Gold.
Walaupun mempunyai kekasih, tak membuat
hubungan pertemananku dengan Togar dan Roso terputus. Kami masihlah tiga
serangkai yang selalu bersama. Mungkin pada jam sekolah aku selalu bersama
Cinta, tapi sepulang sekolah kami tetap akrab seperti sedia kala.
Sore ini aku dan Roso duduk di pos ronda
kesayangan kami. Kupetik gitarku sambil mendendangkan lagu-lagu pop alay
kesukaan anak muda zaman sekarang, Roso pun menimpali ku bernyanyi. Mulai dari
Armada hingga Kangen Band, entah kenapa tiba-tiba aku jadi hapal lagu-lagu
single mereka. Padahal sejak lulus sekolah dasar kupajang poster “Adam Levine
dan empat orang di belakangnya” atau yang kita kenal dengan nama Maroon 5 serta
poster-poster Muse, Alterbridge, Traffic Light dan sebangsanya di dinding
kamarku.
Duet kami bernyanyi tidaklah terlalu
buruk. Hanya menggetarkan kaca jendela pada rumah-rumah sekitar, sukses
membunuh burung perkutut peliharaan pak RT dan membuat kucing yang lewat
tiba-tiba ingin kawin.
“Kamu dimana.. dengan siapa.. semalam
berbuat apa...”
“Hwoii!!” Seseorang yang kukenal
suaranya menepuk pundakku dari belakang. Aku berbalik padanya dan tersenyum
manis cenderung terlihat blo’on.
“Dari mana aja kamu Ghar? Udhah kita
tungguin dari tadhi juga”
“Aku tadi bantu mamak aku, biasalah
bisnis keluarga”
“Halaah... paling kamu abis nagih utang
lagi.”
“Nah! Itu kau tau bisnis mamak aku,”
katanya terkekeh. Togar menyalakan sebatang rokoknya dan bertanya padaku,
“jadi... bagaimana hubunganmu sama si bule itu?”.
“Hmm... bagaimana ya?” Pertanyaan Togar
membuatku mau tidak mau menarik kedua sudut bibirku ke samping. “Ya lancar
lah... seperti biasa...”.
“um... bagaimana ya...” alis Togar
bertemu dan pandangannya menyamping, “sebenarnya, ada yang mau ku tanyakan
padamu...”.
“Apa gar?”
“Paling-paling dia mau minta sisa minyak
pelet dari bapakku,” potong Roso
“Ahh.. bukan, bukan itu kawan.. begini.. apa
pacarmu itu punya...” Togar mulai menggaruk kepalanya.
“Punya apa Gar?” aku jadi penasaran pada
kawanku ini.
“Punya itu..”
“Itu... itu... itu opo tho? Ngomong sing
genah Ghar!” kali ini Roso yang ikutan penasaran.
“Punya anu..” aku yakin, seluruh kutu di
kepala Togar pasti sudah rontok semua karena garukan tangannya semakin keras.
“Punya sepupu atau apalah yang sejenis.” Kulit Togar yang kecoklatan, berubah
warna menjadi merah kehitaman, bagaikan kepiting bakar yang telat diangkat.
“Sejenis? Maksudmu iki opo tho?” Roso
menyuarakan suara hatiku, kebingungan kami sama rupanya.
“Yah.. itu.. sama-sama bule begitu.”
Togar membalikkan badannya menahan rasa malu.
Aku dan Roso saling berpandangan dan
memegangi perut kami menahan tawa.
“Ppfftt ppffttt.. pwahahahhahaha...”
pertahanan tawa Roso jebol rupanya, “kowe iki Ghar.. Ghar.. Dony sing nganteng
ngene ae mumet kok.. lah awakmu sing rupane koyo preman terminal kok malah
doyan bule?? Eling Ghar... eling...”
Togar tersenyum kecut mendengar ejekan
Roso namun ada nada optimis saat dia berkata, “namanya juga usaha.. siapa tau
aku bisa memperbaiki keturunan? Ya kan?”
“Ya sudah... nanti ku tanyakan sama
Cinta,” kataku menepuk bahu Togar.
“Benaran ini Don?” ada binar harapan di
mata Togar.
“Iya.. kau sabar tapi ya...” jawabku
meyakinkannya.
Roso mulai berjalan ke belakangku dan
terbatuk, “huk.. uhuk.. ngimpi.. uhuk.. huk..”
Togar yang mulai kesal mengambil sandal
di kakinya dan mulai mengejar Roso yang telah berlari menjauh. Aku tertawa
melihat tingkah kedua kawanku ini.
Bersama Cinta, waktu terasa begitu
cepat, tak terasa libur semester pertama sudah di depan mata. Tak kuduga Cinta
kekasihku mengajak aku liburan di villa milik Michael Kiehl ayahnya yang
terletak di pesisir pantai Anyer. Karena aku tidak punya kegiatan saat liburan
semester nanti, aku mengiyakan permintaan Cinta. Baik aku maupun Cinta berbohong pada orangtua kami dengan
mengatakan liburan bersama teman-teman, padahal hanya kami berdua. Cinta
menyetir mobilnya menuju villa, aku yang sedari awal tidak bisa menyetir hanya
duduk di sebelah Cinta dengan perasaan tidak enak hati. “Duh.. laki-laki macam
apa aku ini.. masa cewek yang nyetir?” aku hanya berkata dalam hati.
Deburan ombak menyambut kami begitu
sampai di villa milik keluarga Kiehl. Sebuah villa yang besar, tiga kali besar
rumahku, dengan halaman yang luas ditumbuhi padang rumput nan hijau. Bangunan 2
bertingkat dengan cat putih dan coklat krem dengan arsitektur campuran modern
berjendela besar ini begitu megah bagiku. Tak henti-hentinya aku mengagumi
villa ini. “jyangan bengong ajya.. c’mon”, kata Cinta dengan logat khasnya mengajaku
masuk. Aku masuk menenteng tas 2 tas kami yang berisi baju, sebuah tas laptop
dan sebuah tas kecil berisi kamera digital. Dekorasi khas bangunan modern
minimalis menghiasi ruangan villa. Sofa putih
yang terlihat empuk, sebuah meja kaca bulat, dan tv besar bertuliskan
“plasma” menempel cantik di dinding berwarna abu-abu muda. Cinta mulai membuka
semua gorden jendela villanya, membuat
cahaya matahari sore masuk menyinari villa ini. Ku taruh semua tas di sofa dan
membantu cinta membuka gorden pada jendela belakang villa. Terdapat kolam
renang persegi panjang di belakang villanya, dengan 2 pasang kursi hitam
terbuat dari besi menghias pinggir kolam. Aku takjub pada keindahan dekorasi
villa ini. Pengaturan tata letak yang tak pernah ku lihat sebelumnya.
“Are
you hungry beibh?” Cinta bertanya sambil menarik gorden.
“Iya ni.. laper..” aku mengangguk pada
cinta.
Cinta berjalan membuka kulkas dan
melihat-lihat, “kamu mau American meal?”,
tanya Cinta sambil mengeluarkan sekotak telur ayam dari kulkas.
“Apaan tuh?” aku bingung mendengar kata american meal.
“Egg
with beef beacoon, ham, sausageand bread,“ Cinta menjelaskan dengan logat
british english yang fasih.
“Hah?” yang ku mengerti hanya katasausage yang artinya sosis.
“Telur, daging asap, ham, sosis dan
roti,” Cinta menjelaskan dengan bahasa yang ku mengerti.
”Oww.. boleh boleh.. emangnya kamu bisa
masak begituan?”, aku meragukannya. “Jangan sampe beracun ya..” kataku bercanda
yang direspon muka sewot Cinta.
“Kalo sewot, kamu tambah manis Cin...”aku
tersenyum melihat gadis manis ini mencibir padaku.
Cinta mulai sibuk membuatAmerican meal di dapur dengan kitchen set lengkap yang aku yakin
harganya sangat mahal. Aku melanjutkan membuka semua gorden di villa sambil
memperhatikan Cinta yang serius dengan masakannya. Walaupun sedang memasak,
ekspresi gadis itu tetap lucu di mataku. Seorang artis kaya raya dengan tangan
mulus yang pintar memasak. Sedikit aneh mamang, tapi inilah yang kulihat dengan
mata kepalaku sendiri.
Aroma daging asap dan sosis digoreng
menyerang indra penciumanku membuat rasa lapar semakin menyerangku. Aku duduk
di sofa menunggu Cinta masak. Kuambil remote dan menyalakan tv untuk mengalihkan
perhatianku. Aku bingung, hampir semua siaran menggunakan bahasa asing.
Walaupun bisa sedikit bahasa inggris, tapi orang-orang bule di tv bicara begitu
cepat. Ku pencet tombol remote
mencari saluran indonesia dan terhenti saat kulihat dua tokoh kartun
berkejaran. Tom si kucing mengejar Jerry si tikus dengan sebuah palu di tangan.
Aku tergelak saat melihat palu Tom mengenai sasaran yang salah, seekor anjing
galak abu-abu yang kemudian memukul Tom hingga babak belur. Dua pasang lengan
melingkar di leherku.
Cinta mengecup pipiku dari belakang dan
berkata,”udah siap beibh..”
Kami makan masakan Cinta. Rasanya enak
menurut lidah Indonesiaku. Sebuah sosis, beberapa lembar daging asap, sebuah
daging ham ditutupi telur mata sapi dan roti gandum ditemani segelas sirup
jeruk, hanya satu yang kurang yaitu nasi. Aku sejak kecil terbiasa makan nasi
dan sekarang dengan makan roti, perutku tidak merasa kenyang.
“Villa mu ga ada yang nungguin?” aku
bertanya sambil menyuap sepotong daging asap ke mulutku.
“Hmm.. mmm.. “ Cinta menghabiskan
kunyahannya, “ada.. bi Inah.. tapi dia datang pagi.. bersih-bersih,” jawabnya
kemudian melanjutkan makan.
Selesai makan kami pun mandi bergantian.
Cinta mandi lebih dahulu, aku menunggu antrian sambil menonton tv. Dua puluh
menit kemudian, Cinta keluar kamar mandi.
“Your turn,” katanya padaku.
Aku menoleh, dia hanya mengenakan handuk
menutupi payudara sampai beberapa sentimeter di bawah pangkal paha. Paha
mulusnya terlihat jelas dengan kulit putih memperlihatkan urat darah berwarna
biru kehijauan dengan jelas. Aku terpana melihat keindahan karya Sang Pencipta
terpampang indah di depanku.
“Kok malah bengong? Ayo mandi, abis ini
kita berenang..” kata Cinta menyadarkanku.
~****###****~
“Tok tok...”.
“Beibh? Kok lama banget?”.
“I-iya.. sebentar Beibh..”
“Hurry up! Nanti sunsetnya lewat lho.”
“I-iya.. dikit lagi...”
“Beibh?”
“Iya iya..” aku membuka pintu dan
terkejut melihat Cinta mengenakan pakaian renang jenis onepiece tanpa lengan.
Lekuk tubuhnya tercetak jelas pada permukaan baju renang hitamnya.
“Hey? Kok bengong? Ayo..”.
“A-ayo,” aku mengulang perkataan Cinta.
Dia mengandeng tanganku menuju kolam
renang, saat aku sibuk memperhatikan pantat montoknya yang bergoyang. Ingin
rasanya aku remas pantat bulat Cinta, tapi aku lebih takut tangannya menampar
pipiku.
“Here we go!” Cinta meloncat ke dalam
kolam renang, menimbulkan riak air membias ke arahku.
Cinta menggerakan telapak tangannya
memanggilku. Aku tersenyum dan ikut meloncat ke dalam kolam renang. Ternyata
kolam yang terlihat pendek dari atas ini sedalam 2,5 meter, untungnya aku bisa
berenang. Celana renangku menjadi sesak karena melihat selangkangan Cinta yang
tertutup bagian segitiga baju renangnya saat aku hendak menuju permukaan.
Layaknya dua remaja dimabuk cinta, kami
tertawa bercanda di kolam renang. Saling menyiramkan air satu sama lain,
berlomba mencapai ujung kolam, alangkah indahnya kemesraan kami ini. Bukan
moment-nya yang indah, tapi berkali2 badanku tergesek dengan payudara Cinta.
“Hehehhe.. asik ya?” kata Cinta yang
bersandar di tepi kolam.
“Iya.. eh, liat tuh!” aku berseru
menunjuk matahari yang mulai menyentuh tepian cakrawala.
“That’s beautifull!!”.
“Iya.. kaya kamu..” aku mencoba
merayunya.
Cinta tak menjawab, tahu-tahu dia
langsung meraih kepalaku dan mencium bibirku. Sepertinya rayuan gombalku,
ditambah efek sinar jingga matahari yang menerpa kami, sukses besar.
Cinta melepaskan ciumannya dan
mencubit perutku, “don’t try to lie to me.”
Sepertinya rayuanku tak berhasil,
“Engga kok.. kamu emang cantik beneran.”
Cinta tersenyum manis mendengarnya.
Kudekatkan kepalaku padanya dan kucium lagi bibirnya. Cinta menyambut ciumanku,
tapi kali ini berbeda, dia menciumku seperti tak ada hari esok lagi. Cinta
menggeser tubuhnya dan memelukku. Akupun memeluk pinggangnya. Cinta kembali
melepas ciumannya dan menatap mataku lurus, “do you love me?”
Aku mengangguk mantap.
Sebuah senyum terkembang di wajahnya.
Tiba-tiba tangannya memegang menyentuh dadaku. Reflex aku menepis tangannya.
“Why?” Cinta bertanya dengan raut wajah
bingung, “katamu kamu mencintaiku?”
“Tapi...”
Cinta berbalik dan berenang ke ujung
kolam, meninggalkanku yang merasa bersalah.
“Beibh...” aku mengejarnya ke ujung
kolam dan memeluknya.
Cinta memunggungiku, tak sedetikpun
wajahnya menatapku.
“Aku suka sama kamu.. aku cinta sama
kamu.. tapi ga gini juga..”
“If you love me.. then prove it!” Cinta
berseru dengan nada tinggi.
Ada kebingungan di hatiku, “apakah harus
begini untuk membuktikan rasa sayangku padanya? Apakah harus mengikuti nafsuku
dan melupakan nalarku?Tapi ini bukanlah cinta.. aku mencintainya, tapi dia...
perasaanya padaku tidaklah nyata... hanya terpengaruh minyak pemikat sukma...”
Kurasakan ada yang mengelus celanaku,
rupanya saat aku kebingungan, Cinta membalik badannya dan kembali tangannya
mencari pemuas nafsu. Bagai Merasakan kebimbanganku, Cinta tersenyum penuh
kemenangan.
Seandainya hidup
adalah sebuah keterpaksaan,
Bagaimana kau jelaskan bintang yg setia peluki dada malam?
Bagaimana kau jelaskan bintang yg setia peluki dada malam?
Jika aku adalah satu dari sekian
banyak pilihan
Maka cinta adalah suatu pemahaman akhir....
Lembar yg terlepas dari kitab kehidupan-mu
Maka cinta adalah suatu pemahaman akhir....
Lembar yg terlepas dari kitab kehidupan-mu
Aku tak
perlu zikir
Ataupun sihir
Aku hanya butuh kau!
Ataupun sihir
Aku hanya butuh kau!
Tak perlu rumit berfikir
Mari cicipi rindu mengelegak,
kita...
Mari cicipi rindu mengelegak,
kita...
Suara tawamu,
Tapal yg batasi antara surga dan neraka...
Tapal yg batasi antara surga dan neraka...
Senyum yang tersipu itu....
Telah mekarkan bunga bunga suram di tepi jurang
Telah mekarkan bunga bunga suram di tepi jurang
Tempat aku menjejak
Dan mencium sejuta aroma cinta mengangkasa....
Dan mencium sejuta aroma cinta mengangkasa....
Pada lekuk tubuhmu,
Kutemukan legenda yang belum pernah ditulis
Kutemukan legenda yang belum pernah ditulis
Semoga tak salah kuterjemahkan
Mantra dibalik redup matamu
Yang telah memikat segala mahluk tak berdaya
Yang ingin sejenak berlari dari dunia...
Mantra dibalik redup matamu
Yang telah memikat segala mahluk tak berdaya
Yang ingin sejenak berlari dari dunia...
Matahari mulai tenggelam. Jingga
sinarnya memancar menerangi tubuh telanjang kami. Ada sensasi tersendiri yang
kurasakan, indahnya matahari terbenam dan nikmat yang ku kejar berdua bersama
Cinta. Sungguh perpaduan keindahan yang tidak dapat dituliskan oleh puisi
manapun.
Ku kecup kepalanya yang bersandar di
bahuku. Nafasnya masih tak beraturan seperti orang sehabis berlari. Kuusap
rambutnya lembut. Mataku memandang garis horizon laut yang dihiasi lampu-lampu
kecil kapal nelayan. Badanku yang lelah merasakan kedamaian dalam pelukannya.
Sekali lagi ku katakan, tolong jangan bangunkan aku dari mimpi indah ini....
Bersambung.....
0 komentar:
Posting Komentar